Tips Warisan Langit Agar Anak Menjadi Pemuda Bukan Remaja - Pada post sebelumnya STOP! Jangan Ada Remaja Di Rumah Kita saya sudah membahas panjang lebar tentang mengapa remaja gak boleh ada di rumah kita.
Dengan adanya istilah remaja, generasi menjadi konsumtif dan lama berada dalam masa ketidakjelasan. Dewasa bukan, anak-anak juga bukan. Masa remaja dianggap sebagai masa abu-abu tempat untuk galau, mencari jati diri, dan masa hura-hura. Di masa ini juga seseorang belum dituntut untuk merumuskan tujuan hidupnya secara jelas.
Bisa dibayangkan dalam rentang waktu kurang lebih 15 tahun seseorang dibiarkan dalam masa ketidakjelasan? Alhasil ketika melewati masa yang disebut remaja, alih-alih menemukan jati diri, yang ada justru menyesal akan banyaknya waktu yang terbuang.
Hal inilah yang membuat generasi sekarang sulit untuk tampil dan menoreh sejarah sejak dini.
Nah, melalui artikel ini saya ingin membagikan formula langit untuk mendidik generasi agar bisa matang sedini mungkin tanpa perlu terjebak masa abu-abu.
Mari kembali pada panduan semesta. Panduan yang melahirkan generasi brilian yang siap tampil dan berkarya pada usia dini.
Eitsss... gak usah alergi dulu dengar kata AGAMA. Gini aja deh coba ajukan pertanyaan? Setuju tidak kalau genearsi masa silam matangnya lebih cepat dari yang sekarang?
Pasti setuju kan? Kalau setuju, coba deh kita intip formulanya. Dijamin masuk akal dan telah terbukti menghasilkan generasi gemilang.
- Tarbiyah atau pengasuhan yang harus dimaksimalkan pada usia 0-6 tahun. Pada masa ini saatnya menumbuhkan semangat dan kecintaan pada kebaikan. Tanam dulu fitrahnya dengan imajinasi hebat tentang kebaikan.
Misalnya bahwa puasa itu menyenangkan, shalat itu menyenangkan. Target pada masa ini bukan diperintah tapi dicontohkan. Jangan dulu di suruh-suruh. Ingin anak kelak rajin membaca? Berikan ia pemandangan ayah ibu yang rajin baca. Ingin anak kelak mencintai majelis ilmu? Ciptakanlah keluarga yang rajin mengunjungi majelis ilmu. Ingin anak kelak menghargai orang lain, disiplin, dan bertanggungjawab? Contohkan semua itu pada usia ini.
- Ta’dib yaitu anak dibuat untuk beradab. Memahami segala sesutau pada semesta dan menempatkan sesuai posisinya.
Ingat hadsit 7 tahun sudah disuruh shalat? Tapi bukan dipaksa shalat ya? Shalat atas kesadaran sendiri.
Jangan sampai di depan orang tuanya rajin, saat orang tuanya tidak ada, ogah lah dia shalat. Kenapa? cek deh jangan-jangan salah masa tarbiyahnya. Anak hanya tahu gerakan, waktu, dan bacaannya tapi tidak PAHAM akan kewajiban shalat dan tidak merasakan itu sebagai suatu kebutuhan.
Pada usia ini anak harus dipahamkan bahwa ibadah adalah kebutuhan primer yang penting bagi kesehatan jiwa sehingga pada usia 10 tahun anak tak perlu lagi dipukul perkara shalat. Ia telah paham dan siap menjalankan kewajiban syariat karena kesadaran bukan paksaan.
3. Ta’lim : 10 – 15 tahun. Berikan dia ilmu yang dibutuhkan sehingga usia 15 ke atas dia sudah matang dalam fondasi dan sudah bisa dilepas. Apakah akan mengembangkan bisnisnya atau memperdalam keilmuannya. Jika dia tertarik pada bisnis maka kirim ke maestro bisnis. Jika dia tertarik dalam ilmu maka kirim pada guru terpercaya. Yang penting pola pengasuhan telah selesai. Dia paham adab ilmu, adab belajar, adab ibadah, adab pada ahli ilmu.
Yang terpenting ia paham bahwa TUJUAN MENCARI ILMU ADALAH UNTUK MENEMUKAN KEBENARAN BUKAN UNTUK DAPAT IJAZAH, GELAR, DAN PEKERJAAN.
Hati-hati dengan kesalahan niat dalam mencari ilmu..
Kita sering salah paham dengan anak usia 10 tahun atau kelas 4 SD. Jika 3 tahap diatas tidak dilakukan maka pasti kelas 4 SD itu masih anak kecil yang tidak bisa ngapa-ngapain. Padahal nih menurut penelitian jika benar pola didiknya harusnya anak 10 tahun sudah bisa diberdayakan.
Ini kriteria anak 10 tahun yang perlu diketahui :
· Butuh pengakuan sosial dan kompeten. Mereka merasa sudah dewasa dan tidak mau lagi terus menerus dieprintah. Robert Enstein mengatakan bahwa pada usia ini mereka jauh lebih kompeten dari apa yang kita duga. Mulailah memberikan ruang sosial dengan melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan terlibat dalam organisasi sosial. Saat ini mereka juga bisa diarahkan untuk magang pada pengusaha sholih.
Rasulullah mulai berdagang usia 11-12 tahun. Ketika menikah Rasulullah sudah melakukan 80 kali eskpedisi dagang.
Perhatikan kecenderungannya untuk melihat bakat sang anak lalu berikan dukungan untuk menumbuhkan bakatnya.
Berikan Murabbi untuk akidahnya agar ia paham makna ibadah, islamic worldview, cara pandang yang benar tentang hakikat kehidupan) dan berikan masetro untuk bakatnya (jadikan ia partner bisnis dan partner dalam kegiatan sosial)
· Suak tantangan. Mereka butuh challenge lebih banyak. Pupuk fitrahnya dengan memberikan program-program positif dan produktif. Challenge yang bisa diberikan diantaranya magang, membuat rekening pribadi dan mengelolanya, eksplor alam, terlibat dalam organisasi, ajarkan untuk berinvestasi.
Hindari menjadi orang tua yang apa-apa selalu di take over. Biasanya diiringi kalimat “udah kamu gak bisa apa-apa, sini ayah atau ibu saja”. Jadilah. ayah yang tega dan ibu pembasuh luka. Ayah memberikan tantangan, ibu jadi pemberi semangat.
· Suak organize. Mulai memiliki keinginan untuk mengatur dirinya sendiri. Ajaklah diskusi agar anak memiliki self business dan jadikan dia partner. Amati cara dia mengelola. Ajaklah traveling dan berikan dia kepercayaan untuk mengatur agenda sekaligus estimasi budget.
Jika ia melakukan kekeliruan, benarkan tanpa memarahi sebab tahap ini masih amsa pembelajaran bukan eksekusi.
· Suka pada lawan jenis. Saat inilah kesempatan ayah untuk lebih dekat. Bukan untuk diolok-olok atau dilarang secara frontal. Berikan pemahaman seputar konsep fitrah, manajemen rasa suka pada lawan jenis, juga tentang tanggungjawab atas rasa tersebut.
· Suka kebenaran. Pada masa ini mereka nampak idealis. Ingin menjadi pembela kemanusiaan. Berikan ilmu yang benar tentang hal ini. Jangan sampai menjadi pembela kemanusian salah sasaran seperti memebela perilaku LG*T dan paham-paham liberal.
Dari kriteria tersebut, nampak kan kalau selama ini kita keliru memberi penilaian? So, mari mulai dari keluarga kita untuk menghilangkan istilah remaja. Kita kembali pada panduan Al-Quran dan sunnah. Pra baligh dan baligh. Anak-anak dan pemuda (dewasa).
Pra baligh = Masa penyiapan sekitar usia 0-15 tahun
· Baligh = Usia yang seharusnya sudah matang dan siap berkarya
Kuncinya ada dimana? Pengasuhan dan sistem pendidikan. Pengasuhan merupakan tanggungjawab orang tua sedangkan pendidikan tanggung jawab ahli ilmu bukan sekolah. Jadi untuk pendidikan arahkan anak pada ahli ilmu bukan sekedar sekolah. Lebih spesifik lebih baik.
Jika merujuk dari kriteria di atas seharusnya usia 15 tahun dia sudah bisa memgelola bisnis sendiri atau memetakan ilmu apa yang ingin ditekuni. Berbeda dengan sistem pendidikan saat ini dimana usia 15 biasanya anak masuk SMA dengan masih banyak bidang yang harus dipelajari.
Membahas masa SMA, saya cukup tergelitik dengan apa yang disampaikan oleh Ustadz Hary Santosa. Beliau merujuk buku Prof. Dr. Malik Badri seorang psikolog muslim berjudul ‘Dilema Psikolg Muslim’ menyatakan bahwa penjenjangan TK, SD, SMP, SMA, terjadi karena pengamatan Barat terhadap masyarakat mereka.
Hal ini diperjelas oleh Alwi Alattas dalam buku ‘Remaja Gaul Nggak Mesti Ngawur’. Kesimpulan buku ini “masa SMA adalah masa yang tidak perlu ada dalam sejarah.” Sebab usut punya usut semua ini hanyalah tentang industri.
Ia juga sih, contonhnya di masa ibu saya, jika ingin menjadi guru, lulus SMP langsung masuk SPG. Ingin menjadi perawat masuk SPK. Ingin menekuni bidang teknik maka lanjut ke SMK.
Eitss.... Ini bukan berarti saya tidak menghargai jasa guru-guru saya di SMA ya? Ini adalah notulensi saya pada materi yang disampaikan oleh Ustadz Harry Santosa, S.Si dalam Kajian Spesial Ramadhan Masjid Al Irsyad Depok dengan tema Antarkan Anakmu Jadi Pemuda Bukan Remaja.
Menurut saya isi kajiannya patut untuk menjadi bahan renungan demi perbaikan generasi kedepan. Nah, sobat Waode bagaimana tanggapannya? Di tunggu di tanggapan santunnya di kolom komentar. J
comment 0 Comment
more_vert