Awalnya agak aneh melihat Ustadz Budi Ashari masih menggunakan kata
REMAJA sebagai judul untuk karya beliau. Sebab beberapa ahli ilmu muslim protes
dengan penggunaan kata ini.
Bukan masalah KATAnya tapi konotasi yg melekat pada kata tersebut.
Remaja identik dengan masa galau, rebel, kenakalan, dan sederet
stigma negatif yang dianggap wajar oleh masyarakat.
Kewajaran tersebut dilekatkan pada istilah 'masa mencari jati diri'
Really???
Cek dan ricek kata remaja dan stigma negatif yang menyertai nya
baru muncul pada abad 19-an. Berasal dari penelitian tentang kondisi kejiwaan
remaja Amerika. Dimana 77% diantaranya mengalami masalah.
Maka disimpulkanlah bahwa usia tersebut adalah usia bermasalah.
Istilahnya teenager. Masa peralihan dari anak-anak ke dewasa.
Lalu, bagaimana dengan peradaban Islam?
Islam hanya mengenal masa kanak-kanak dan baligh. Enough
Memasuki masa baligh (biasanya mulai usia 10-15). Seorang muslim
sudah memiliki tanggungjawab manusia dewasa.
Bukan lagi waktunya menye-menye dan galau-galauan tapi sudah harus
paham posisi dan mengambil peran dalam kancah peradaban. Yaaaa…., minimal
pahamlah manajemen waktu 24/7. Gak cuma habis sia-sia di depan layar HP.
Ketiadaan masa remaja pada generasi muslim terdahulu membuat mayoritas generasi tersebut briliant sejak dini.
Tak perlu jauh-jauh ke masa Rasulullah dan para sahabat. Yang
dekat-dekat seperti Pendiri Pesantren Gontor, itu salah satunya usia 16 tahun.
Keren kan? Dan maaassiih banyak lagi contoh lain.
Coba deh baca buku-buku tentang para pahlawan. Ada gak penjelasan
tentang masa remaja KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy'ari, dan tokoh-tokoh luar biasa di masa lalu.
Sependek yang saya tahu,
tidak ada. Sebab mereka setelah masa anak-anak ya baligh/dewasa.
Paham posisi dan tanggung jawab, paham beban syariat, dan sudah berpikir untuk berkarya.
Inilah mengapa Ustadz Budi Ashari membuka pembahasan buku ini dengan pertanyaan 'Masa Remaja/Pubertas, Adakah?'
Buku yang merupakan Seri Parenting Nabawiyah karya Ustadz Budi Ashari ini mencoba merumuskan akar masalah dan mengembalikannya pada solusi langit. Dengan tebal 125 halaman, sangat cocok untuk dijadikan salah satu referensi parenting.
Halaman akhir buku ini ditutup dengan apresiasi dari para ahli ilmu dan pemerhati generasi.
(Muhaimin
Iqbal, Pengusaha, Owner Gerai Dinar) “Buku ini hadir tepat waktu, yaitu ketika
para pendidik galau dengan perubahan demi perubahan pada kurikulum sekolah
mereka. Ketika para orangtua galau dengan kualitas Pendidikan anak-anak mereka.
Dan ketika masyarakat resah dengan kualitas kehidupan yang tak kunjung membaik
setelah 67 tahun merdeka.
(Dr. Dinar
Kania, Peneliti INSISTS dan CGS) “Hadirnya buku ini semakin mempertegas bahwa
banyak konsep psikologi barat yang tidak sesuai dengan pandangan hidup islam
sehingga harus melalui proses islamisasi sebelum biSa diadopsi oleh ummat. Buku
ini menginspirasi sekaligus memotivasi kita agar terus menggali pemikiran –
pemikiran pendidikan yang berasal dari khazanah intelektual islam.”
(M. Ilham
Sembodo, S.Pd, Pendidik, Direktur Khuttab Al-Fatih) “Awalnya sempat dag dig dug
ketika mengelola Lembaga pendidikan Khuttab Al-Fatih dengan sebagian besar
timnya adalah anak-anak muda. Namun, setelah ikut mengkaji isi buku ini,
semakin yakin bahwa peradaban itu akan tumbuh seiring dengan keseriusan
generasi tua me- refresh paradigma remaja menjadi pemuda.” (Khaerul
Insan, entrepreneur di Jakarta)
comment 0 Comment
more_vert