Sorry, ini bukan judul lagu yang mau saingan sama Semalam Di Malaysia milik Band D'lloyd. Tapi ini salah satu joyfull momen dalam hidup. Kayaknya dalam mimpipun tidak pernah terlintas kalau suatu saat akan menapak di tanah berjuluk Tears of India. Julukan itu karena posisi Sri Lanka dalam peta seperti air mata yang jatuh dari Tanah India.
Negara beribukota Colombo ini pernah menjadi tempat pengasingan salah satu ulama asal Sulawesi Selatan -Syekh Yusuf Al Makassari-. Dimasa pengasingan ini beliau berdakwah dan menyebarkan manisnya tauhid. Syekh Yusuf tetap bisa berkomunikasi dengan para pengikutnya di nusantara melalui jamaah haji.
Yupss....negara tetangga si cantik Maldives ini dulunya menjadi tempat persinggahan Jamaah Haji asal Nusantara. Pelabuhan terakhir di Asia Tenggara sebelum menuju Jeddah.
Alhamdulilah, perjumpaan saya dan keluarga dengan tanah Srilanka juga dalam rangka berangkat ke Tanah Suci. Berawal dari rollercoaster mencari tiket di detik-detik terkahir pendaftaran umroh. Peluang untuk bisa berangkat 50:50. Tergantung ketersediaan tiket.
Alhamdulilah bisa dapat tiket Srilanka Airlines. Sempat worry sama maskapai ini karena tidak begitu terkenal seperti Saudia, Qatar Airlines, ataupun Garuda. Tapi euforia bisa ke Tanah Suci mengalahkan semuanya.
Tanggal 31 Mei 2019 sekitar pukul 09.00 WIB kami menuju Bandara Soekarno-Hatta dengan diantar oleh keluarga Om Ashar di Jakarta. Ketika sampai kami sedikit sulit mengidentifikasi teman-teman setravel sebab perjalan kami Umrah Backpacker yang tidak ada fasilitas seragam.
Alhamdulillah semua berjalan lancar hingga akhirnya kami berangkat kurang lebih pukul 14.00 WIB. Cerita tentang Srilankan Airlines sudah dituliskan di sini yaaaaa. Jadi kalau ada yang penasaran tentang pesawatnya cusss dibaca.
Kurang lebih setelah 4 jam berada didalam burung besi, kami sampai di Bandarnaike International Airport. Bandara utama milik negara Srilanka. Memasuki area Bandara, penumpang disambut oleh patung Budha. Mencirikan agama mayoritas masyarakatnya.
Yang cukup unik di Bandara ini menjual aneka minuman beralkohol. Adapula jejeran toko yang menjual kulkas, mesin cuci, TV, dll. Saat lihat itu, auto mikir “Ini yang beli siapa? Yang dari luar negeri atau penduduk setempat boleh belanja di Bandara?”. Masa iya, sebelum naik pesawat belanja barang elektronik dulu. Tapi mbuh lah, kalau ada yang tau, bagi info di kolom komentar yaaaa.
Back to rombongan.
Ustadz Herfi Ghulam Faizi selaku pimpinan rombongan, mengarahkan kami ke salah satu bagian bandara. Beliau menginformasikan bahwa kami akan menginap di hotel yang disediakan oleh maskapai sebelum melanjutkan perjalanan keesokan harinya.
Woooww..., ini lagi-lagi jadi kejutan manis buat kami. Ternyata, penumpang Srilanka Airlines dengan waktu transit lebih dari 12 jam, berhak mendapatkan kompensasi berupa penginapan.
Sebelum menuju hotel, terlebih dahulu harus mengurus Visa. Jujur, saya baru tau kalau untuk keluar bandara, pendatang harus memiliki Visa. Syukurnya, visa Srilanka bisa diurus on arrival atau saat sudah sampai bandara Srilanka.
Reminder, bagi yang mau ke luar negeri, pastikan dulu soal visa ini. Jangan sampai, sudah beli tiket, eh bisanya hanya sampai bandara. Bahkan kemungkinan besar disuruh kembali saat itu juga.
Kamipun diminta untuk mengisi semacam formulir. Kemudian keluar melewati bagian imigrasi. Petugas imigrasi yang melayani kami saat itu adalah seorang perempuan yang mengenakan kostum Osariya. Itu lho pakaian tradisional India. Sama seperti yang dipakai oleh pramugari di pesawat.
Oh ya, sekedar info, sejak 2019, warga Indonesia bisa menikmati fasilitas Visa gratis selama 30 hari. Cukup mengisi formulir dibagian imigrasi. Atau bisa juga dengan mengisi via online di website Electronic Travel Authorization Sri Lanka
Di luar bandara, bus sudah menunggu dengan seorang guide yang fasih berbahasa Indonesia. Saya tidak tahu, ini bagian dari pelayanan travel atau maskapai. Kondisi luar bandara tidak jelas karena penerangan yang tidak memadai. Beberapa billboard Casino terpajang disini.
Tak menunggu lama, kamipun langsung diantar menuju bandara. Sepanjang perjalanan menuju hotel kurang lebih 15-20 menit saya mengedarkan pandangan dan berbisik dalam hati “Kok nda jauh dari Bandara Internasional kondisinya begini?”. Jalanan gelap hanya diselingi lampu-lampu temaram. Juga rumah-rumah yang tampak kumuh.
Sampai di hotel, jujur saja, saya merasa sedikit horor. Terlebih dengan pencahayaan yang temaram sejak dari depan hotel. Saat memasuki lobby juga tampak sepi. Lobby di hotel ini bersambung dengan restoran. Tempat kami berbuka puasa setelah menjalani waktu puasa yang lebih panjang dari biasanya.
Saat makan kami disuguhi menu yang sekilas mirip dengan maskanan Indonesia seperti nasi, ikan, sayur, dan sup. Karena kelaparan kami mengambil cukup banyak. Sayang beribu sayang, rasanya kurang ramah di lidah. Sudah dipaksa makan tapi tetap saja lidah susah diajak kompromi.
Setelah makan, kami langsung menuju kamar masing-masing. Saya dapat kamar berdua dengan ibu di kamar nomor 12. Sedangkan Ichi dan Icha mendapatkan kamar bertiga bersama Teh Ani. Teman seperjalanan asal Pangandaran yang sekarang sudah seperti keluarga sendiri.
Saat masuk kamar ada nuansa rada horor terlebih penerangan di luar kamar juga tidak memadai. Sempat overthinking saat akan memasuki kamar yang telah dibagikan. Alhamdulillah semua aman-aman saja. Beres bersih-bersih dan shalat saya berinisiatif untuk menuju ke belakang hotel karena penasaran dengan gemuruh dari arah belakang hotel yang entah apa.
Sayangnya sampai di bagian yang tak lagi
ada lampu hotel. Yang ada hanya seorang petugas kemanan mirip aktor-aktor polisi di
film India lawas. Penjaga hotel tersebut melarang untuk lanjut ke belakang.
Makin-makin lah rasa penasaran saya. Cerita lengkap soal hotel ini, insya Allah saya tuliskan secara terpisah.
Karena tidak ada kegiatan dan sudah lelah serta persiapan perjalan keesokan harinya maka kami memutuskan istrahat. Namun, ada drama terlebih dahulu. Dimana koper berisi pakaian ihram para lelaki telah terbang lebih dulu ke Jeddah.
Jadilah, harus mencari lagi. Berhubung dari Srilanka sudah akan langsung ambil Miqat atau memulai umrah di atas pesawat.Jadi pakaian ihramnya sudah harus digunakan. Tepatnya Ketika pesawat berada di atas bukti Yalamlam. Alhamdiulillah bisa teratasi dengan tawaran dari guide untuk mencarikan tempat membeli.
Keesokan paginya kami bangun untuk makan sahur dengan menu yang kurang lebih sama. Dan setelah salat subuh kami memutuskan untuk jalan-jalan keliling hotel.
Puas foto-foto dan menikmati area pantai yang berada tepat di belakang hotel, kami kembali ke hotel untuk briefing. Nuansa briefingnya penuh keharuan. Apalagi saat Ustadz Herfi Ghulam menyampaikan beberapa hal tentang umroh. Rasanya nyess dan belinang air mata.
Setelah briefing singkat, semua diminta untuk siap-siap karena kurang lebih pukul 09.00 waktu Srilanka kami akan bertolak menuju Bandara.
Berhubung perjalanan pagi, barulah terlihat jelas pemandangan kota. Sekilas mirip penampakan kota-kota zaman dulu di Indonesia. Sepanjang jalan banyak terdapat rumah ibadah berupa gereja dan vihara. Tampak pula mayoritas rumah penduduk yang tampak kumuh. Begitupun kawasan pasar yang kami lewati.
Meski hanya semalam tapi negeri berjuluk 'Permata Samudera Hindia' ini telah menorehkan kesan mendalam. Semoga Allah mampukan untuk kembali lagi.
comment 0 Comment
more_vert