Ishak Family On Trip 2023 -Edisi Idul Fitri-
Salah satu hal yang sangat saya syukuri adalah terlahir dari keluarga hobi jalan. Yups, baik dari keluarga ayah maupun ibu, sama-sama suka jalan. Entah itu ke acara-acara keluarga besar ataupun rekreasi ke tempat wisata.
Dulu, ketika nenek rahimahullah (orang tua ayah) masih hidup, hampir setiap lebaran ada momen jalan-jalan. Entah trip lewat jalur darat maupun jalur laut. Diantara tempat yang dikunjungi yaitu Masjid Muna, Sangia Wambulu, bahkan pernah sampai ke Bau-Bau.
Untuk trip jalur laut, Alhamdulillah keluarga punya kapal kayu atau yang biasa disebut jonson. Beberapa tahun lalu jonson ini kemudian ditukar dengan speed.
Tentang perjalanan laut ini, ada satu memori masa kecil yang terbawa sampai
sekarang. Rindunya sampe tulang. Sekedar dipikirpun aura bahagianya begitu kental. Momen
dimana keluarga besar Ishak melakukan perjalanan malam. Di bawah sinar
bulan, dibelai angin laut, menghirup udara segar sambil bercakap-cakap. The things extremely happy.
Tahun 2021 keluarga ayah jalan-jalan ke Batu Sori. Lebaran 2022 trip Bau-Bau tapi Haris Family tidak ikut. Alhamdulillah tahun 2023, paman yang memiliki speed menjanjikan akan nge trip kalau keluarga kumpul. H+2 lebaran banyak keluarga yang bisa kumpul di Pure meski masih minus banyak.
FYI, keluarga di Pure = keluarga ayah. Ayah adalah anak pertama dari Laode Nggure dan Waode Hiyda. Memiliki 10 orang saudara kandung. Dari 10 orang ini sekarang jumlah anak-anak mereka 38 orang. Ditambah cicit 7 orang.
Ok,back to trip.
Rencananya trip akan mengunjungi Gua Buri. Tempat yang sebenarnya tidak terkenal dan anti mainstream. Hanya saja, kakek rahimahullah pernah bercerita tentag gua yang ditengarai sebagai tempat berkumpulnya para pembawa Islam di masa-masa awal. Konon, di salah satu bagian dinding gua terdapat tulisan beraksara arab.
Trip dimulai sekitar pukul 8 pagi. Speed sandar di Napano Pure. Tepatnya di Masadi. Selain Ishak Family, peserta lain juga dari Hasyim Family dan beberapa tetangga.
Perjalanan dimulai dengan menyusuri Selat Buton menuju Pulau Bakealu, pulau cantik yang juga salah satu destinasi wisata. Keindahan pulau ini karena adanya gugusan pasir yang akan tampak saat air laut sedang surut. Saat langit cerah, kejernihan air lautnya menjadi daya tarik tersendiri.
Lanjut menuju Pulau Munante. Pulau yang dulu sempat hits dan menjadi tempat wisata andalan. Pengunjung akan disuguhi
hamparan pasir putih, air laut nan jernih, dan padang ilalang yang mirip
lokasi syuting film India.
Tahun 2017 tempat ini bahkan terpilih sebagai lokasi pelaksanaan Kemah Pramuka oleh Kwartir Cabang (Kwarcab) Muna.
Sayangnya kini pasir tersebut habis dikeruk oleh para penambang pasir ilegal. Tak ayal, tindakan ini membuat padang ilalang dan pohon bakau kehilangan tempat pijakan. Kini padang ilalang nyaris habis. Sedangkan pohon bakau banyak yang teronggok di atas karang.
Namun, meski demikian Pulau Munante masih menyajikan keindahan tersendiri dengan air laut nan jernih. Saat matahari terik, mata akan dimanjakn dengan gradasi warna lautnya yang menawan.
Dari Munante masih lanjut menuju arah barat. Melalui jalur yang biasa dilewati oleh kapal-kapal yang berlayar dari Bau-Bau ke wilayah Indonesia Timur.
Sepanjang jalan tersaji panorama nan menawan. Pohon-pohon yang tumbuh di atas terumbu karang dan hamparan laut dengan gradasi warna yang memanjakan mata. Di beberapa spot terdapat tanaman anggrek yang sedang berbunga. Kawasan ini masih sangat alami sebab jarang dikunjungi.
Hingga kami sampai disebuah lokasi dengan tebing kosong. Saat saya posting seorang teman mengatakan bahwa mirip sebuah destinasi di Thailand.
Foto dan video yang terdokumentasi hanya mewakili seidkit dari apa yang bisa dinikmati. Apalagi saat itu kondisi laut sangat tenang seperti hamparan karpet berawarna biru. Masya Allah. Amazing.
Sempat terjadi perseteruan saat menentukan lokasi goa. Kami terus saja menyusuri daerah tersebut. Alhamdulillah akhirnya ketemu juga. Ternyata eh ternyata gua yang dicari berada tepat dibawah tebing menawan tersebut. (Lihat tanda pin di gambar bawah)
Kurang lebih 30 menit kami lanjut cari tempat buat bakar-bakar ikan dan makan siang. Mulailah menelusir kembali selat Buton menuju ke arah selatan. Ketemu Pantai Meleura. Salah satu destinasi wisata unggulan di Pulau Muna.
Namun, berhubung Meleura masih padat dan beberapa hari sebelumnya kacau, maka memutuskan tidak merapat.
Kembali lagi menyusuri laut menuju Napabale. Sayangnya banyak media tanam rumput laut yang merintang di sepanjang jalan. Paman yang lihai mengemudi speed, meniti di cela-cela agar tidak menabrak rumput laut.
Selang beberapa saat, kami mencoba merapat ke salah satu pesisir. Ternyata eh ternyata itu adalah tempat para petani rumput laut mengumpulkan hasil panennya. Lagi-lagi tempat yang menyajikan keindahan tersendiri. Terselip diantara gugusan karang dan air laut yang jernih.
Takut mengganggu para petani rumput laut yang sepertinya kurang berkenan dengan kedatangan orang asing, kami putar haluan kembali ke Pulau Munante.
Disini kami menyantap perbekalan setelah episode bakar-bakar ikan dan masak parende. Semuanya serba manual dan menggunakan seni beratahan hdup di alam. Tanpa perlu banyak racikan bumbu, semua terasa nikmat.
Benar-benar nuansa yang akan sangat dirindukan. Apalagi di Pulau Munante tidak ada orang lain selain kami. Jadi rasanya seperti wisata di pulau pribadi.
Sekitar pukul 13.30 kami menginggalkan Munante dan pulang ke kampung tercinta. Alhamdulillah. semoga Ishak Family tetap kompak. Sehat-sehat selalu dan bisa trip bareng lagi.
comment 0 Comment
more_vert