Assalamualaikum Sobat Waode. Kali ini saya ingin mereview sebuah buku bertema anak yang ditulis oleh Hanum Salsabiela Rais dan suaminya Rangga Almahendra. Bagi yang belum tau, Hanum adalah putri dari salah seorang petinggi negeri ini yaitu Bapak Amien Rais. Sebelum menulis I am Sarahza Hanum telah menelurkan beberapa buku yang memadukan antara religi dan traveling. Salah satu yang terkenal yaitu 99 Cahaya di Langit Eropa.
Intermezzo “99 Cahaya di Langit Eropa” jadi
salah satu buku awal yang bikin saya terinfeksi virus traveling selain buku The
Jilbab Traveler nya Asma Nadia.”
Di buku 99 Cahaya, Mba
Hanum menulis pengalaman tinggal di Eropa yang justru membuatnya semakin dekat
dengan Islam. Menemukan banyak hal tentang Islam justru di tempat yang dianggap
‘jauh’ dari Islam.
Saat membaca buku 99
Cahaya saya berdecak ‘hmmm.... enak banget ya hidup Mba Hanum. Anak orang terkenal,
kuliah di tempat prestise, kerjaan mantap, dapat suami baik, plus bisa tinggal
dan jalan-jalan di luar negeri.” Kurang apalagi?
Eh tapi, di tengah berbagai
‘keberuntungan’ seorang Hanum. Ada saat dimana beliau merasa down dan
ingin mengganti semua nikmat itu dengan satu hal yaitu memiliki keturunan. Satu
hal yang mungkin bagi orang lain mudah saja. Bahkan ada anekdot ‘pegangan
tangan sama suami aja bisa hamil’.
Namun, tidak demikian dengan
Mba Hanum. Beliau dan suami 11 tahun harus diuji dengan berbagai petualangan
demi mendapatkan buah hati. Melewati rentetan usaha 6 kali IVF. Dalam buku ini
bukan hanya penantian Mba Hanum dan suami tetapi juga sosok lain yang berada di
Lauhul Mhafudz berupa cahaya.
Sekedar saran, sebelum
baca siapkan tissu. Di beberapa bagian mengandung bawang dan cabe. Bikin nangis
bombay. Bahkan adik saya yang biasanya jarang nangis, nangis keder. Melalui buku ini, Mbak Hanum dan suaminya
membagi cerita tentang perjuangan 11 tahun menanti Sarahza..
Buku I am Sarahza ditulis
dengan menggunakan sudut pandang yang unik. Sarahza –makhluk langit- dan Hanum
& Rangga –makhluk bumi-. Warning, di beberapa bagian buku ini
‘mengandung bawang’. Saat membacanya berulang kali saya dibuat menangis
tersedu-sedu.
Sarahza dikisahkan sebagai
masyarakat langit yang tengah menunggu antrian untuk lahir ke bumi. Tubuhnya
berupa cahaya yang redup dan cerahnya tergantung seberapa besar harapan
orang tuanya –Hanum dan Rangga-. Dia bersama makhluk langit lainnya ditemani
oleh malaikat.
Membaca buku ini
berkali-kali tetap saja menjatuhkan air mata. Terlebih pada bagian kasih sayang
orang tua. Sosok bapak Amien Rais dan ibu bisa menjadi teladan dalam memperlakukan
anak. Pun doa-doa yang tersodorkan dan segenap usaha beliau berdua menjadi
tangan panjang yang mengetuk-ngetuk pintu langit.
Perjuangan Hanum
mengajarkan tentang menghadirkan hati dalam setiap usaha. Memberikan
kepercayaan tertinggi pada sang Maha Rahim bahwa Dia mencintai makhluk-Nya
dengan cara-Nya sendiri. Terkadang ada hal yang dekat sekali untuk kita capai
tapi Tuhan meminta kita melewati jalan panjang demi mendapat berbagai
pengalaman dan menikmati naik turun serta hamparan pemandangan di setiap jalan
yang dilewati.
“Enam kali bayi tabung, empat kali inseminasi, puluhan kali terapi, jutaan kali doa tak bertepi, berkalang badai depresi, hingga akhirnya satu Sarahza terjadi.” (Hal. 363)
Selain perjuangan Hanum dan Rangga, buku ini juga menyuguhkan cerita-cerita yang menohok usaha dan kesabaran. Cerita Mbak Wenty di halaman 329 lagi-lagi sanggup menggelontorkan air mata. Buku I am Sarahza serupa pesan yang dikirimkan pada para pejuang buah hati dan pejuang kehidupan.
Berikut beberapa kutipan yang menurut saya sangat menyentuh :
1. Kesabaran tak melulu
kemampuan menunggu, namun kemampuan mengisinya dengan keberkahan (Hal. 317)
2. Aku menengok diri, bertanya pada hati. Sudahkah
selama ini aku bersungguh-sungguh pada Tuhan? Ataukah hanya formalitas? Ala
kadarnya? Yang penting bisa disebut sah beriman saja? (Hal. 285)
3. Jika kamu merasa bahagia dan kangen dengan azan,
itulah tanda Allah merangkul hamba-Nya. (Hal. 323)
4. Allah adalah sang Maha Terpikat oleh hamba-Nya
yang selalu memohon tanpa putus. (Hal. 345)
5. Dalam waktu-waktu yang sangat membahagiakan jangan
pernah berprasangka Allah akan mengurangi nya. Justru, Bapak bayar nazar
sebelum kamu melahirkan. Sekarang malah Allah yang ‘berutang’ sama bapak. Dan
kalau Allah berutang sama hamba-Nya, bapak yakin akan lunas beserta bunganya
berlipat ganda. (Hal. 347)
6. Pencapaian di dunia selalu lebih bermakna jika kau
bisa mencapainya dengan segala perjuangan. (Hal. 357)
comment 0 Comment
more_vert