Judul : Journey to Andalusia
Penulis : Marfuah Panji Astuti (Mba Uttiek)
Penerbit : BIP
Tahun terbit : 2017
======================
Beberapa waktu lalu saya iseng melempar pertanyaan ‘dimana Andalusia?’ sebagai status WA. Hasilnya muncul beragam tanggapan. Ada yang jawabannya yakin, ragu-ragu, ada juga yang keliru.
- Turki bukan? Pernah sekilas baca.
- Andalusia itu Eropa. Negaranya, Spanyol kali ya?
- Orang awam sepertiku taunya Andalusia Kristiani karena dulu terkenal filmnya waktu kecil
- Spanyol
- Andalusia yang saya ingat itu negara2 di Eropa
- Di Prancis?
- Spanyol kayaknya
- Sekarang Spanyol sepertinya? Not really sure
- Turki ya?
Dari
jawaban-jawaban tersebut nampak banget ya kalau wilayah satu ini kurang
terkenal. Padahal Andalusia pernah menjadi pusat peradaban Islam selama kurang lebih 800 tahun.
Tepatnya pada tahun 711-1492 M.
Dalam sejarah
Islam, Daulah Umayyah
Andalusia pada masanya mengusai wilayah yang kini dikenal dengan nama Spanyol,
Portugal, dan sebagian wilayah Prancis. Lebih jelasnya bisa lihat pada peta dalam buku
Journey to Andalusia halaman 165.
Efek keberadaan Andalusia bisa dilihat dalam buku The Moors in Spain karya Stanley Lane Poole. Beliau menuliskan tentang Dunia Barat yang berhutang banyak pada Islam, “Bagaikan bulan yang cahayanya hasil meminjam dari umat Islam”.
“Selama dan sedahsyat itu perannya kok gak pernah ada dalam pelajaran Sejarah?”
Ini jadi
pertanyaan yang juga menari-nari di benakku. Coba deh ingat-ingat kembali
pelajaran sejarah di SMP-SMA. Pelajaran sejarah biasanya dimulai dengan manusia
purba lalu peradaban seperti Mesopotamia, Inca, Chibca, Mesir Kuno, Yunani Romawi,
Persia, Revolusi Industri, Masa Hindu-Budha, Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
lalu masuk ke sejarah modern.
Intinya,
sepanjang pelajaran yang ada hanya tentang masa purba, peradaban awal, Kristen yang
mempengaruhi Eropa, Hindu Budha sebagai cikal bakal Indonesia, dan kerajaan
Islam di Indonesia. Ini membuat saya bertanya-tanya, Islam ini gak punya andil
sama sekali ya dalam perjalanan kehidupan bumi?
Bersyukur,
penulis-penulis masa kini perlahan-lahan membongkar fakta seputar peradaban
Islam. Salah satunya Mba Uttiek. Beliau menulis buku serial Jelajah Tiga Daulah
besar yang pernah menguasai peradaban dunia. Secara berturut-turut ketiganya
terdiri dari Daulah Umayyah (Damaskus 661-750 M, Andalusia 1492), Daulah
Abbasiyyah (750-1258), dan Daulah Utsmani (1299-1923).
Nah di review
kali ini saya akan membahas buku Journey to Andalusia. Mbak Uttiek menjadi
perpanjangan langkah kita menjelajahi wilayah Andalusia dan memaparkan
jejak-jejak peradaban tersebut.
AADA -Apa Apa
Dengan Andalusia-?
Pada bab
‘Assalmualaikum Andalusia’ dibuka dengan penuturan Mba Uttiek bahwa perjalanan ke
Andalusia dipersiapkan selama setahun lebih. Membaca berbagai buku rujukan seputar
tanah Andalusia.
Kenapa harus setahun?
Persiapan setahun bukannya tanpa alasan. Sejalan dengan tagline penulis ‘berjalan untuk mengkonfirmasi sejarah’.
Terlebih Andalusia menyimpan jejak sejarah tentang bagaimana Islam menyinari sebuah negeri dengan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan.
Ada lebih dari 2/3 sejarah Islam di
tanah Andalusia.
Seperti biasa,
perjalanan Mba Uttiek dimulai dengan melaksanakan ibadah umrah. Berhubung
perjalanan kali ini bukan hanya untuk menyusuri Tanah Andalusia namun juga
menapaktilasi jejak para pembebasnya seperti Musa bin Nushair dan panglimanya
Thariq bin Ziyad, maka perjalanan dimulai dari Maroko tepatnya di kota
Casablanca.
Kota asal para
penakluk semenanjung Iberia. Dilanjutkan dengan perjalanan darat menuju kota
Rabat-Fes-Tangier. Dari Tangier menyebrang Selat Gibraltar ke Tarifa lalu masuk
wilayah Andalusia.
Sebelum
menjelajahi tanah Andalus, lewat buku ini Mba Uttiek mengajak pembaca mengunjungi beberapa destinasi andalan Maroko
diantaranya :
- Place Muhammad V,
- Masjid Hassan II –ikon negara maroko- yang sebagian bangunannya menjorok ke Samudera Atlantik,
- Hamam –area permandian- dengan arsitektur megahnya yang kental budaya Andalusia,
- Kasbah Oudayas –benteng yang digunakan dalam film Mission Imposible : Rogue Nation
Di halaman 42 saya dibuat terpesona dengan konsep kota labirin bernama Old Madina di Kota Fes. Dulunya tempat ini adalah pusat kehidupan kota Fes. Kota ini dibangun berbentuk labirin bukan tanpa maksud. Melainkan sebagai system kemanan.
Jika ada penjahat yang coba masuk ke wilayah ini maka bisa dipastikan dia akan kesulitan untuk keluar.
Bahkan sekarang pun, tanpa local
guide pengunjung akan kesusahan keluar dari Old
Madina.
Di kota Fes ini pula seorang Fatima Al Fihri mendirikan Jamiáh Al Qarawiyyin (Univeristas Al Qarawiyyin) yang dinobatkan oleh Guiness
Book of World Record sebagai universitas tertua di dunia yang masih ada hingga saat ini.
Setelah
menjelajah Maroko pembaca diajak masuk ke Andalusia dengan menggunakan feri
cepat dari Tangier ke Tarifa. Menyebrangi Selat Gibraltar selama 35 menit.
Selat ini menjadi saksi pembebasan (futuhat) Andalusia oleh pasukan
Thariq bin Ziyad.
Dalam beberapa
catatan sejarah, Thariq bin Ziyad dikatakan memerintahkan pembakaran kapal
untuk menyemangati pasukannya. Namun semua itu hanya HOAX semata.
Saksi pembebasan
yang masih bisa disaksikan hingga hari ini salah satunya Castilla de Guzman
–benteng pertahanan yang dibangun pada masa pemerintahan Abdurrahman III-
Dalam perjalanan
di kota Malaga, ada catatan penting yang harus diingat jika kaum muslim
mengunjungi kota ini. Jangan menelan mentah-mentah informasi dari guide.
Akan ada banyak informasi yang miss dengan fakta sebenarnya. Terutama
tentang sejarah Islam. Salah satunya fitnah keji kepada Abdurrahman Ad-Dakhil
seputar Masjid Cordoba.
Ini bukan salah
guide sepenuhnya namun tentang pembelokan sejarah secara sistematis.
Membaca bab
“Berjumpa Antonia di Malaga’ sungguh bikin
nyesek. Terlebih Mba Uttiek menutupnya dengan sebuah catatan ‘Saya akan
terus menulis tentang Andalusia. Bukan sekedar mencatat perjalanan ini, namun
informasi ini harus terus ada yang menuturkannya.”
Dari Malaga
perjalanan dilanjutkan ke Granada. Wilayah kekuasaan daulah Islam terakhir di
Andalusia. Di kota ini terdapat bangunan
menakjubkan dari masa daulah Islam yaitu Istana Alhambra.
Ada begitu banyak
hal menkajubkan dari istana Al Hambra yang dibuat dengan menggunakan konsep
taman surga.
Jika di Malaga
merasa nyesek maka ada kebahagiaan terpancar dari Granada. Ketinggian ilmu
pengelolaan kota kaum muslimin masih bisa disaksikan hingga hari ini.
Kota Granada
terletak tepat dibawah Pegunungan Sierra Nevada. Salju abadi di puncaknya
menjadi sumber mata air yang dialirkan melalui pipa-pipa dengan perhitungan
fisika dan matematika teramat rumit.
“Al Hambra adalah puncak dari teknologi, arsitektur, dan seni yang lengkap” (Hal. 88)
Bab ‘Cordoba Kota
Sejuta Cahaya’ dibuka dengan nama-nama para pemikir yang belum tertandingi
hingga kini.
“Kalau di abad
modern ini nama Albert Einstein sering dipadankan dengan kata jenius, sejatinya
apa yang dihasilkannya belum ada apa-apanyadibanding torehan sejarah Ibnu
Rusyd. Tanpa buah pikirnya, bisa jadi Eropa sekarang masih dalam belenggu
kegelapan.” (Hal. 98)
Pada masanya
Cordoba adalah antitesis Eropa pada umumnya yang masih buta huruf.
Menikmati penuturan Mba Uttiek dalam buku ini,
saya tak bisa berhenti untuk kagum dan merangkai mimpi semoga suatu hari nanti
bisa melihatnya secara langsung.
Kenapa Harus
Baca ‘Journey to Andalusia’
Tidak seperti buku
bertema traveling lain, Journey to Andalusia hadir sebagai catatan perjalanan sekaligus
cerita sejarah yang dikemas sedemikian mengasyikkan. Tidak mengherankan sebenarnya
sebab Mba Uttiek adalah seorang wartawan di kelompok Kompas Gramedia yang hobby
traveling terutama di tempat-tempat yang menyimpan jejak Islam.
Journey to Andalusia
berisi cerita perjalanan dengan ragam sejarah
yang masih jarang diketahui. Membaca buku ini serasa diajak untuk mengunjungi bekas-bekas Daulah
Andalusia bersama guide professional. Selain isinya yang begitu menraik, pada halaman akhir terdapat bab ‘Ke
Mana? Habis Berapa?’ dan ‘Tip Moslem Traveler ke Eropa’. Sangat cocok dijadikan
panduan membuat ittinerary.
Sebelum menyusun
ittinerary, jangan lupa untuk banyak membaca. Membuka catatan-catatan Mba Uttiek bikin kita terpacu untuk semakin tau tentang sejarah Islam dan menelusuri jejaknya.
“Bukan sekedar sebagai romantisme sejarah. Namun menjadi pelecut untuk mencari sumber kehebatan kaum muslim
di masanya. Mengambilnya sebagai pelajaran untuk kemudian diramu sebagai sebuah formula mengembalikan kejayaan kaum muslimin yang kini banyak terpuruk
di berbagai bidang kehidupan.”
Rangkuman dari isi Journey to Andalusia menurut saya berada pada halaman
12-13. Telak menghantam kesadaran sebagai seorang muslim.
“Delapan ratus tahun bukanlah waktu yang singkat. Perlahan benderang itu mulai memudar hingga akhirnya sirna seakan tak berbekas.
Apa yang terjadi?
·
Ketika manusia-manusia terbaik tergantikan oleh mereka yang terlena dengan gemerlap dunia,
·
Ketika ayat-ayat Allah ditukar dengan dendang lagu dan tarian
·
Ketika tadabbur Al-Qurán yang menghasilkan ilmu pengetahuan ditinggalkan,
·
Ketika shaf shalat tak lagi rapat, apalagi jalan
jihad.
Saat itu lah kehancuran terjadi. “
Ah, Andalusia,
tempat dengan sejarah yang paripurna. Semoga suatu saat Allah mampukan untuk
menapak di tanah ini.
Sobat Waode,
adakah yang sudah pernah ke wilayah Andalusia? Atau mungkin ada yang ingin di
doakan agar bisa ke sana?
Yuk, tinggalkan
jejak di kolom komentar.
comment 0 Comment
more_vert