MASIGNALPHAS2101
7425642317624470382

Masjid Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi

Masjid Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi
Add Comments
Jumat, 25 Juli 2025

Jelang Maghrib, kami meninggalkan area pantai lalu bergeser ke masjid sebagaimana rencana awal. Kembali memesan angkutan online dengan rute Ocean Beach Hotel menuju Masjid Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi. Karena posisi kami tidak tepat berada di hotel tersebut, saya pun menambahkan catatan 'depan Gereja Masehi Advent'. 

Catatan yang kuanggap biasa saja ternyata menimbulkan kebingungan pada driver-nya. "Ini tadi saya bingung, dari gereja kok mau ke Masjid? Seperti lagu Mangu," kata Pak Driver yang langsung mencairkan suasana.😄😄

Berhubung kami jalan di jam pulang kantor, di beberapa titik sempat macet tapi tidak parah-parah amat. Sekitar 10 menit perjalanan, sampailah di masjid yang awalnya bernama Masjid Raya Sumatera Barat ini. Kami masuk area masjid melalui gerbang yang masih dalam proses pembangunan. 

Setelah melewati gerbang, langsung disambut ruang terbuka hijau dengan banyak pohon. Jalan beberapa meter, saya melihat kolam ikan dan perosotan. Juga area bersantai dan jejeran taman. Rupanya halaman masjid yang memiliki luas sekitar 7 hektar ini, di salah satu sisinya dimanfaatkan sebagai Taman Bermain. Keren euy. Cocok sekali untuk wisata keluarga tipis-tipis. 

Karena sudah dekat waktu shalat, kami lanjut jalan menuju bangunan utama masjid. Tapi, rasanya ada yang kurang kalau belum cekrek. "Tin, tolong pi foto dan videokan di sini. Untuk kebutuhan konten 😄," pintaku seraya bergegas mengeluarkan buku Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi dari tas. Masya Allah, finally bisa foto dengan buku favorit di tempat yang mengabadikan nama Sang Imam. 

Oh ya, melalui tulisan ini, saya mau sedikit bercerita tentang masjid ini dan nama besar yang disandangnya. Semoga berkenan membaca. Syukur-syukur bisa jadi ilmu baru. 😊

Jadi, sebagaimana yang saya tulis di atas, awalnya ia bernama Masjid Raya Sumatera Barat. Namun pada tahun 2024, bangunan mulia ini bersalin nama menjadi Masjid Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi. Bukan tanpa alasan, nama tersebut diambil dari sosok kebanggan masyarakat Minangkabau yang menjadi guru dari para ulama Nusantara.

Dua muridnya yang tidak asing lagi yakni KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari. Murid lainnya yang juga memiliki pengaruh besar adalah Syekh Abdul Karim Amrullah -ayah dari Buya Hamka-. Selain itu, ulama-ulama lain yang pernah menimba ilmu di Tanah suci, besar kemungkinan pernah berguru pada beliau.

Beliau jadi satu-satunya yang pernah menduduki posisi Imam Besar dan khatib resmi di Masjidil Haram dari Tanah Nusantara khususnya Ranah Minang. 

Rasanya terharu bisa menapakkan kaki di masjid yang mengabadikan nama salah satu ulama panutan ini, sekaligus berharap keberkahan dan kebaikan bagi generasi-generasi selanjutnya. Entah kapan lagi, akan ada ulama yang harum namanya bisa menyamai atau bahkan lebih dari beliau? 

Selain karena kemasyhuran nama yang disandangnya, Masjid yang diarsitekturi oleh Dr. Rizal Muslimin ini juga punya desain yang mengagumkan. Mengusung konsep arsitektur non-vernakular, bangunannya di desain dengan memadukan nilai lokal dan modern. Inilah mengapa, atap masjid Syekh Ahmad Khatib berbeda dari masjid pada umumnya. Atapnya berbentuk Gonjong khas Minangkabau. Dindingnya juga dihiasi motif ukiran Khas Minang.

Atas keunikan tersebut, masjid ini dianugerahi penghargaan Abdullatif Alfozan pada tahun 2021 untuk kategori desain arsitektur terbaik di dunia. Abdullatif Alfozan Award merupakan penghargaan tingkat internasional untuk mengapresiasi masjid-masjid dengan desain yang inovatif. Penghargaan juga diberikan kepada ilmuwan di bidang STEM (Sains, Teknologi, Enginering (Teknik), dan Matematika).

Ok. back to pengalaman pribadi.

Usai mengabadikan momen melalui foto dan video, saya lanjut masuk ke area dalam masjid melalui tangga. Ternyata kalau naik tangga langsung menuju teras lalu area shalat. Sedang untuk wudhu ada di lantai bawah. 

Begitu masuk area shalat, mata dibuat terpesona dengan desain interiornya yang menawan. Sebagaimana masjid pada umumnya, Kaligrafi dan Asma Allah menjadi pemandangan yang bikin adem. Kaki juga akan langsung menapak pada karpet empuk yang membentang ke seluruh ruangan.

Karena belum wudhu, saya turun ke lantai bawah lewat tangga di depan pintu ruang shalat wanita. Selama menuruni tangga, saya hanya berpapasan dengan jamaah perempuan. Dan diakhir tangga langsung ada petunjuk menuju area wudhu dan toilet wanita. 

Masya Allah, ternyata desainnya memang terpisah. Area wudhu dan toilet pria memiliki akses khusus juga. Sungguh nyaman sekali. 

Di ruang wudhu saya bertemu banyak siswi yang sepertinya baru saja pulang sekolah. Senang rasanya melihat muda-mudi yang tergerak mencari masjid sepulang sekolah. Alih-alih nongkrong di tempat hang out. Barakallah adek-adek. Tanah ini menyimpan kisah para alim nan cerdik, semoga kalian jadi penerus mereka. 🤲🤲

Beres wudhu, kembali ke ruang shalat. Ikut shalat berjamaah yang lagi-lagi bikin mbrebes. Yups, entah mengapa, setiap kali shalat di tempat yang baru, rasanya nyesss aja. Mungkin ini yang jadi salah satu hikmah dari perjalanan. Lebih dekat dengan rasa syukur, tawakkal, dan juga lebih sering berdoa.

Setelah shalat, kami memutuskan untuk pulang ke kontrakan. Sejenak menikmati malam di Kota Padang. Sampai kontrakan lanjut makan malam di warung Agung. Alhamdulillah untuk kesan indah hari pertama di Padang. 

Oh ya, kunjunganku ke Masjid tadi membuat si bapak Peneliti iri sebab dia belum kesana. Setelah mengisi pelatihan, dia tepar dan baru siuman sekitar jam 4 subuh. Sembari melihat dia tertidur, saya gedebugan mengumpulkan info dan membuat jadwal untuk besok.