24 Juli 2025 adalah hari ke-3 berada di Jogja dalam rangkaian Cuti Part 3. Pagi-pagi sekali, semua sudah bersiap. Jika orang lain bangun pagi kuterus mandi, kami bangun pagi kuterus jalan. Agenda hari ini adalah mengunjungi Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah.
Berhubung kami tidak sempat menyiapkan sarapan maupun perbekalan, perjalanan diawali dengan jalan kaki dari homestay menuju warung makan. Menurut info dari Zia, di depan Indomaret Menteri Supeno, ada penjual makanan dengan beragam menu. So, dari pada ribet masak-masak, mending langsung beli makanan jadi.
Daaaannn,,, benar saja, begitu keluar dari gerbang Jalan Golo atau sekitar 300 meter dari homestay, terdapat warung makan prasmanan super komplit. Namanya Rumah Makan Rata-Rata. Bisa makan di tempat, bisa juga bungkus dengan berbagai pilihan lauk dan sayur. Harga terjangkau dan rasanya enak. Ini jadi satu nilai plus bagi yang mau nginap di Homestay Rumah Tin Jogja, tidak perlu bingung kalau mau cari makan jadi.
Beres urusan perbekalan, kami naik Maxim menuju Halte DAMRI di Titik Nol. Tepatnya depan Gedung BI. Sampai sana sekitar pukul 7 pagi. Ekspektasi, begitu sampai akan ada bus berjejer menunggu penumpang. Nyatanya, tidak ada bus di sini.
Hanya ada dua calon penumpang tetapi dengan rute berbeda dari kami. Saya sempat bertanya apakah akan ada angkutan menuju Borobudur? Tapi keduanya juga tidak bisa memberikan jawaban pasti.
Mulailah ngubek-ngubek Google lagi. Mencari info apakah ada keberangkatan di jam 8 atau 9. Sempat terpikir untuk langusng ke Stasiun Tugu sebab menurut info, di sana titik utamanya. Alhamdulillah, saat sedang mencari-cari alternatif, sebuah DAMRI warna putih memasuki area halte.
Saya pun bergegas menemui Pak Sopir. Beliau menginformasikan bahwa Damri akan berangkat pada pukul 08.00. Biaya sewa sebesar Rp.35.000/0rang. Oh ya, selain Damri ini, ada juga Bus Sinar Jaya KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) dengan harga tiket Rp.20.000 tetapi keberangkatan jam 09.00.
Berhubung kami berkejaran dengan waktu, yang mana pukul 17.30 saya, Mail, dan Tina harus OTW Jakarta maka kami putuskan ikut keberangkatan jam 8. Sembari menunggu DAMRI berangkat, gas foto-foto dulu di Titik Nol. Sebagai guru sejarah, ibu bernostalgia ketika melihat Monumen Peringatan Serangan Umum 1 Maret yang berada di sekitar kawasan Titik Nol.
Jelang jam 8, kami menuju DAMRI. Angkutannya sangat nyaman dengan formasi kursi 1/1. Berdasarkan informasi, perjalanan ke Borobudur akan ditempuh kurang lebih 1 jam. Bismillah.
9 orang angggota rombongan kami membuat Damri serasa kendaraan pribadi. Selama perjalanan, semua orang cari kegiatan masing-maisng. Ada yang sarapan, makan buah, cerita-cerita, dan tidur. Sopir yang mengantar kami tampak profesional dan tidak kebut-kebutan. Alhamdulillah, perjalanan 1 jam lancar dan tanpa hambatan.
Sekitar pukul 9 lewat sedikit, Damri merapat di Terminal Borobudur. Sampai terminal ini, jangan pikir langsung ketemu Candi, pengunjung harus ke area pembelian tiket terlebih dahulu. Jaraknya kurang lebih 1 km. Dapat ditempuh dengan jalan kaki, naik VIAR, becak, atau dokar.
Kami memilih naik VIAR dengan biaya 40 ribu untuk sekali jalan. Gak peduli berapapun penumpangnya, selagi masih bisa muat maka biayanya 40 ribu. VIAR mengantar kami hingga halaman depan MUSEUM dan KAMPUNG SENI BOROBUDUR.
Apakah anda berharap sudah melihat candi di sini? Oh, belum ada kawan.
Di Museum dan Kampung Seni Borobudur terdapat patung-patung dan aneka souvenir yang dijajakan. Dari gedung ini, lanjut jalan ke arah kanan hingga mendapati tempat penjualan tiket. Di sini juga tersedia toilet, tempat penitipan barang, dan area istrahat.
Bagi wisatawan domestik biaya untuk sekali masuk adalah Rp.50.000 untuk dewasa dan Rp.25.000 untuk anak usia 3-10 tahun. Saat masuk, pengunjung tidak diperbolehkan membawa makanan apapun. Makanan dan barang-barang bisa dititipkan di loket yang masih berada di kawasan pembelian tiket.
Karena sebagian anggota rombongan belum sarapan, kami mencari area yang memungkinkan untuk mengisi kampung tengah. Harap diingat untuk selalu menjaga kebersihan. Salut sih sama pengelolaan kawasan ini. Tempatnya bersih dan tertata.
Beres urusan mengganjal perut, kami menuju ruangan terbuka di sisi sebelah kiri loket tiket untuk menunggu kendaraan yang akan membawa pengunjung ke area candi. Tenang saja, anda tidak perlu merogoh kocek tambahan kok sebab angkutan ini GRATIS.
Bagi yang ingin sampai ke candi dengan berjalan kaki, area ini juga tracking friendly. Sepanjang jalan terdapat pohon-pohon rindang dan hamparan rumput hijau. Tampak beberapa wisatawan asing memilih untuk jalan kaki. Saran untuk yang ingi jalan kaki, sebaiknya datang pada awal pagi. Jam operasional sudah dimulai pada pukul 06.30 dan berakhir pada pukul 16.30 WIB setiap hari.
Bagi yang pernah mengunjungi Borobudur beberapa tahun silam, sistem masuk candi mengalami banyak perubahan. Dulu, dari area pembelian tiket, pengunjung langsung jalan menuju bangunan candi. Namun, sekarang harus penasaran dulu karena panjangnya jalur yang dilalui.
Angkutan yang membawa kami berhenti di lokasi mirip stasiun. Celingak-celinguk kiri kanan masih belum tampak juga bangunan Candi. Ternyata, masih harus jalan kaki lagi. Tapi tenang saja, areanya jelas kok dan bisa bertanya ke petugas kebersihan yang ada di sekitar lokasi.
Setelah jalan beberapa ratus meter dan belok kanan, dari jauh tampaklah kemegahan Candi Borobudur. Candi Budha yang dinobatkan sebagai candi terbesar di dunia. Jika di gambar-gambar bangunanya tampak kecil, ternyata aslinya sangat megah. Untuk menuju ke bangunan utama harus jalan dan naik tangga.
Bagi yang belum pernah kesini, siapkan fisik yang prima untuk bisa nyaman menjelajahi area candi. Oh ya, sejak dua atau tuga tahun lalu, pengunjung tidak lagi bebas naik ke bangunan utama. Ada tiket khusus jika ingin melihat lebih dekat stupa dan relif-relif nya.
Untuk tiket yang kami beli, itu hanya sampai di halaman candi. Namun, rasanya itu saja sudah cukup. Mengamati kemegahan Sang Borobudur dari jarak dekat lagi-lagi memantik rasa penasaran tentang bagaimana bangunan ini dibuat.
Susunan batu-batu dengan bongkahan raksasa yang entah diambil dari mana dan diangkut dengan cara apa, masih menimbulkan tanda tanya. Sebuah keteraturan yang rasa-rasanya sangat kompleks dan membutuhkan arsitektur handal bahkan jika dilihat pada masa sekarang.
Waktu yang semakin beranjak dan cuaca yang semakin terik memaksa kami untuk mengakhiri kunjungan. Area candi yang super luas hanya bisa kami tapaki setengah putara saja. Kami menuju ke arah belakang candi sebagai jalur keluar.
DAri area belakang ini, pengunjung lagi-lagi harus berjalan kaki sekitar 1 km untuk sampai di tempat angkutan yang akan membawa kami kembali. Kembali melewati jalur kedatangan tadi dan keluar di tempat yang telah ditentukan.
comment 0 Comment
more_vert