Tujuan pertama yang sudah jadi target dari Sulawesi dan jaraknya paling dekat dari Padang adalah Kota Padang Panjang. Khususnya Sekolah Diniyyah Puteri yang didirikan oleh salah satu muslimah favorit ku yakni Rahmah El Yunusiyyah.
Beliau adalah 'pahlawan' pendidikan dan emansipasi yang sampai saat ini, negara belum rela memberikan gelar itu pada sosoknya. Padahal kiprahnya mendunia dan masih dapat dirasakan hingga saat ini.
Rahmah El Yunusiyah merupakan satu-satunya wanita yang memperoleh gelar Syaikhah di nusantara bahkan dunia. Menjadi inspirator bagi Al Azhar Kairo untuk membuka jurusan khusus muslimah. Dan tahukah anda siapa dan darimana mahasiswi pertama Al Azhar Kairo? Bukan dari Jazirah Arab ataupun negara-negara terdekat dari Mesir. Melainkan dari pelosok nun jauh yaitu 5 muslimah alumni Diniyyah Puteri Padang Panjang. Masya Allah.
Dan maaaasih banyak lagi kiprah beliau yang jejaknya bisa dilihat dan dirasakan hingga hari ini. Barakallah sang Pejuang 🤲🤲
Kembali ke cerita, kami mengunjungi Diniyyah Puteri Padang Panjang pada hari ke dua berada di Ranah Minang. Alhamdulillah sopir yang mengantar kami tahu tempatnya. Walaupun mungkin agak aneh juga. Biasanya wisatawan akan mencari tempat rekreasi tapi saya malah mencari sekolah.
Begitu memasuki halaman nya, saya tidak kuasa menahan rasa haru tapi masih mencoba untuk keep calm. Mobil kami berhenti di depan perpustakaan Zainuddin El Labay, kakak dari Rahmah El Yunusiyah yang mendukungnya untuk mendirikan sekolah putri.
Kedatangan kami disambut oleh pengurus yang sangat ramah dan diajak menuju ruang guru. Daaaannn jreng...jreng...disinilah saya tidak bisa menahan tangis. Tangis syukur dan haru. Bahkan saat menulis catatan ini masih saja berkaca-kaca. 🥺🥺
Lebay? Entahlah. Tapi mungkin seperti inilah fan girl artis-artis yang menangis saat bertemu idolanya. Ya, walaupun tidak bisa berjumpa secara langsung tapi melihat karyanya saja sudah mengharu biru.
Kami dipersilahkan duduk sembari menunggu petugas yang akan menjadi pemandu ke Museum Rahmah El Yunusiyah. Tidak lama berselang, muslimah cantik dengan lilik -kerudung khas Diniyyah Puteri yang diwariskan oleh sang pendiri- yang menjuntai menemui kami.
Tidak lupa saya mengabadikan momen di ruangan ini dengan mata yang bengkak. Melihat ada jejeran buku bersampul, saya bertanya apakah dijual atau tidak. Ternyata dijual dan saya membeli dua buku berjudul Rahmah El Yunusiyyah Sang Pendidik Bergelar Syaikhah dan Amanat Bunda Rahmah Untuk Para Guru dengan total harga 170 ribu rupiah.
Selanjutnya, kami diarahkan menuju museum yang tepat berada di samping bangunan lama. Mobil yang kami tumpangi diminta untuk parkir di halaman Masjid Ashliyah. Masjid yang juga menjadi saksi salah satu kiprah Rahmah El Yunusiyyah saat mendirikan Sekolah Menyesal bagi ibu rumah tangga agar terbebas dari buta huruf.
Memasuki halaman museum, beragam memori yang pernah saya baca tentang beliau berkelindan dan lagi-lagi membuat air mata menetes.
Oh ya, disini pengurusnya bertanya, saya sebagai apa penulis atau wartawan dan semacamnya? Saya jawab saja bahwa saya penulis di website pribadi. Ternyata, pertanyaan itu didasari fakta bahwa yang selama ini berkunjung biasanya adalah penulis atau wartawan yang sebelumnya telah membuat janji kunjungan.
Sangat jarang ada pengunjung umum dari Indonesia. Kebanyakan malah dari Malaysia. Agak miris yaaa... Sosok se inspiratif ini malah lebih dikenal oleh masyarakat negeri seberang daripada di negeri sendiri.
Setelah mengisi daftar hadir, kami diarahkan ke ruang paling depan. Oh ya, museum ini merupakan rumah tinggal Rahmah El Yunusiyah rahimahullah. Baru dibuka sebagai museum pada tahun 2019 dan diresmikan oleh Dirjen Kemendikbud Hilmar Farid Ruangan belakang (dapur) bersambung dengan bangunan awal Diniyyah Puteri dan sampai saat ini masih digunakan untuk menyiapkan konsumsi bagi para santri.
Kunjungan museum dimulai dari ruang depan berupa sebuah kamar sederhana yang digunakan oleh sang pahlawan -maaf ya negara, saya mendahului menyebut beliau pahlawan-. Tampak ada ranjang, lemari pakaian, dan meja yang diatasnya terdapat mesin Tik.
Lanjut ke ruang tengah yang berisi foto-foto para pemimpin Diniyyah dari masa ke masa. Juga silsilah keluarga sang muslimah pejuang. Terpampang pula gambar-gambar yang menunjukkan perjalanan Diniyyah Puteri dari masa ke masa.
Rahmah El Yunusiyah memiliki kedekatan dengan tokoh-tokoh bangsa seperti Muhammad Hatta, Muhammad Natsir, dan Buya Hamka. Hal ini nampak dari gambar bertajuk "Kenangan Mereka dengan Rahmah El Yunusiyah". Bahkan rumah ini juga menjadi saksi masa kecil Buya Hamka yang dibawah oleh orang tuanya pada usia 6 tahun ke Padang Panjang.
Di ruangan ini juga terdapat gambar yang merangkum kunjungan tokoh-tokoh besar dari rektor Al Azhar hingga para presiden Indonesia sejak masa Soeharto hingga SBY. Soekarno tidak ada bukti foto tetapi pengurus mengatakan bahwa dari cerita turun temurun, Bung Karno pernah berkunjung sebelum Indonesia merdeka. Presiden BJ. Habibie dan SBY menganugerahkan penghargaan yang tersimpan rapi dalam kotak kayu.
Dinding-dinding ruangan menjadi sarana informasi atas sejarah perjalananan hidup Rahmah El Yunusiyyah dan kiprahnya yang menginspirasi. Sejumlah murid yang pernah dididiknya juga terpampang di ruangan ini diantaranya HR Rasuna Said (wartawati pertama Indonesia), Aishah Gani (Tokoh Pergerakan Wanita Malaysia), Aisyah Amini (Tokoh Politik Indonesia), serta Nurhayati Subakat (Founder Wardah).
Dari ruang tengah, terus ke Perpustakaan. Ruangan yang tidak akan terpisahkan dari sosok-sosok besar dalam setiap peradaban. Di ruang ini tersimpan Al-Qur'an, kitab-kitab hadits, dan buku-buku yang memberi warna dalam pola pikir Rahmah El Yunusiyah.
Karena keterbatasan waktu, kami mengakhiri kunjungan sekitar pukul 11.00. Sebelum meninggalkan kawasan bersejarah ini, saya berziarah ke makam keluarga besar Rahmah El Yunusiyyah. Tidak lupa, mengabadikan gambar di depan bangunan lama Diniyyah Puteri Padang Panjang.
Semoga, kita semua bisa meneladani sosok Rahmah El Yunusiyyah dan kelak akan kembali lahir muslimah-muslimah dengan kiprah yang menginspirasi.
comment 0 Comment
more_vert