MASIGNALPHAS2101
7425642317624470382

Jejak Masa Silam Tanah Minangkabau di Museum Adityawarman Part 2

Jejak Masa Silam Tanah Minangkabau di Museum Adityawarman Part 2
Add Comments
Jumat, 25 Juli 2025

 

Setelah keliling lantai 1 dan 2 di bangunan utama Museum Adityawarman, kami menuju ke area belakang. Salah satu ruangan dijadikan sebagai Museum Randang. Randang atau rendang merupakan masakan tradisional asal Minangkabau yang  terkenal bahkan hingga mancanegara. Cita rasanya yang khas membuat hidangan ini dinobatkan sebagai makanan terenak di dunia versi CNN pada Tahun 2011 dan 2017. Sedang pada tahun 2025 ini, Rendang menyabet gelar sebagai hidangan kelapa terenak versi Taste Atlas dengan skor 4,5⭐.

Saat membuka pintu, 2 orang Kurator menyambut kedatangan kami dengan ramah. Menemani untuk melihat koleksi di ruangan tersebut. Di seluruh ruangan terpampang penjelasan tentang jenis-jenis rendang, replika rempah-rempah untuk pembuatan rendang, serta alat-alat yang digunakan dalam memproses makanan kebanggan Urang Minang ini. Tak ketinggalan resep aneka rendang yang terpajang di dinding.

Secara resep, sebenarnya mudah untuk diikuti tetapi untuk mendapatkan tekstur dan rasa asli rendang, harus melalui proses racikan yang tepat dan dimasak selama 8-12 jam. Jika proses masaknya tidak sampai 7/8 jam, maka tidak bisa disebut sebagai Rendang tetapi Kalio.

Plot twist nya, saya mengaku sebagai pecinta rendang tapi ternyata saya belum pernah makan rendang sama sekali sebelum ke Padang. Selama ini, yang saya makan dan sebut sebagai Rendang adalah Kalio. 😂

Oh ya, tahta tertinggi rendang dengan cita rasa dan aroma paling otentik adalah yang dimasak menggunakan kayu bakar. Sebuah proses pengolahan hidangan yang sungguh luar biasa.  Jika tidak diniatkan dengan sungguh-sungguh, sulit untuk terlaksana. Inilah penyebab kebanyakan Rendang di luar Sumatera Barat memiliki rasa yang sangat jauh berbeda dengan aslinya. 

“Mau foto sebelah sini Mba?” Penjaga museum menginterupsi pikiranku.

Tentu saja, tawaran ini sangat susah untuk di tolak. Saya melempar senyum sekaligus menyerahkan HP untuk di potret dari berbagai sisi. Cukup beberapa kali take, saya pun mengucapkan terima kasih.

Keluar dari museum rendang, mata saya tertuju pada ruangan lain yang di samping pintu masuknya terpampang spanduk lebar bertuliskan Pameran Khazanah Ilmuniasi Manuskrip Sumatera. Mataku langsung berbinar. Masya Allah, sungguh beruntung sekali bisa bertemu naskah-naskah kuno dari seantero Sumatera. Semenjak Icha meneliti tentang naskah-naskah kuno di Tanah Buton, saya pun tertarik dengan dunia Filologika.

Cabang ilmu yang membuatku terkagum-kagum. Bagaimana para ahli ilmu di masa lampau menuangkan ilmu yang dimilikinya pada lembaran-lembaran seadanya karena kurangnya media tulis. Filologi jugalah yang membuat kita dimasa kini bisa tersambung dengan kehidupan masa lampau. Mewarisi ilmu-ilmu kehidupan yang diwariskan melalui lembaran kertas.

Terlebih ini adalah pameran yang menyatukan naskah-naskah kuno dari seluruh daerah di Pulau Sumatera. Dari Lampung hingga Aceh. Dan hanya berlangsung sejak tanggal 21-30 Juli 2025.

Segera saja ku kabari si peneliti manuskrip. Iri dong diaaaa😅😅

Sebelum menjelajah area pameran, saya terlebih dahulu membaca penjelasan tentang pameran ini. Selanjutnya menekuri manuskrip demi manuskrip yang tersimpan dalam kotak kaca dan dibagi berdasarkan daerah asal penemuan manuskrip. Dari sini saya menyadari betapa pentingya sebuah tulisan dan betapa berharganya ilmu.

Manuskrip-manuskrip ini sudah banyak yang rusak sehingga diperbaiki kembali oleh Dream Sea. Proses perbaikannya di dokumentasikan dalam bentuk video dan gambar yang bisa disaksikan oleh pengunjung. Melihat manuskrip-manuskrip nya sangat terasa bahwa perkembangan tulis menulis itu berkembang dipengaruhi oleh masuknya Islam. Naskah-naskah dengan bahasa lain juga ada tapi tidak sebanyak yang berbahasa Arab baik Arab asli maupun Arab Pegon.

Lepas dari museum, kami menuju pantai yang tadi bikin penasaran. Ternyata pantai itu adalah tempat nongkrong warga Padang. Kalau di Kendari mirip KeBi. Bedanya kalau KeBi menghadap teluk, disini menghadap langsung ke Samudera Hindia dengan deburan ombaknya. Dari sini tampak Gunung Padang yang ditandai dengan tulisan Padang Kota Tercinta. 

Nongkrong di sini siap-siap berasa air laut sebab pantai ini memiliki gelombang besar karena merupakan bagian dari Samudera Hindia. Ombak + pasir berwarna gelap menjelang sore. It's amazing. Masya Allah.