MASIGNALPHAS2101
7425642317624470382

Kejutan Manis di Perjalanan Padang-Bukittinggi

Kejutan Manis di Perjalanan Padang-Bukittinggi
Add Comments
Sabtu, 26 Juli 2025

Bismillah. Petualangan 26 Juli 2025 dimulai. Tujuan awal adalah melakukan napak tilas jejak Syaikhah Rahmah El Yunusiyyah di Diniyyah Putri Padang Panjang. Untuk menuju kesana, kami melintasi jalur Padang-Bukittinggi melalui Tol Padang-Sicincin. Tol baru yang kata Pak Sopir, bikin waktu tempuh jadi lebih singkat. 


Masuk tol disuguhi pemandangan yang Masya Allah indah. Sejauh mata memandang tampak jejeran Bukit Barisan dan Gunung Tandikek. Sayangnya, di video ini kurang jelas karena terhalang kabut. Dan lagiiiii seindah apapun rekaman kamera, pemandangan asli + feel nya itu paling kena kalau berkunjung langsung. So, kapan ke Padang?😀😀

Seharusnya, sekali jalan di tol ini dibarter dengan biaya Rp.50 ribu tapi saat kami lewat masih gratisan. Konon, jarak 36 km ini baru permulaan sebab rencananya akan dilanjutkan hingga Pekanbaru dengan total jarak 255 km. Saat melewati tol ini, sangat tidak terasa karena mulusnya jalan dan indahnya pemndangan. 

Keluar dari tol, masuk area perumahan warga. Sepanjang jalan, Pak Sopir beberapa kali bilang, "Kita singgah dulu di Lembah Anai". Saya mendengarnya acuh tak acuh walaupun tetap mencoba excited. Dalam bayangan saya, lembah yang dimaksud adalah dataran lebih rendah yang bisa dilihat dari ketinggian. Jadi, B aja.

Di kawasan rumah-rumah penduduk ini, panorama Bukit Barisan tampak semakin jelas. Di beberapa ruas jalan, mata akan dimanjakan dengan aliran air sungai berpadu bebatuan dan hijau pepohonan. Asli cantik. Jika tidak karena keterbatasan waktu, rasanya ingin sekali singgah di beberapa titik. 

Setelah berkendara kurang lebih 1 jam, di sebuh tikungan tampak air terjun. Ku speechless dong. Mail langsung bertanya, "Lembah Anai tuh yang ini yaa?". Dengan tetap fokus berkendara, Pak Driver menjawab, "Iya."

Masya Allah. ternyata Air Terjun Tiktok itu salah satunya ada di Lembah Anai. Pikiranku, air terjun pinggir jalan hanya ada di Lembah Harau. Huuuhuuu... rasanya pen nangis. Kirain kesempatan lihat Air Terjun tepi jalan itu sudah pupus karena batal ke Harau. Ternyata, Allah menyiapkan kejutan manis di jalur Padang-Bukitinggi ini. 

Fix sih, ini wajib masuk list 'jalur jalan di Indonesia bagian premium' karena asli, indah sekali. Kuteropesonaaaaaa.

Mendekati Air Terjun kami mencari area untuk parkir. Adegan parkir di sini harus dilakukan oleh profesional sebab hanya menggunakan badan jalan yang menyatu dengan jalur utama kendaraan lintas provinsi. Mobil angkutan dan bus-bus pariwisata silih berganti melintas.

Setelah mendapatkan lokasi parkir, kami berjalan menuju Air Terjun. Sekali masuk dikenai biaya Rp.5 ribu/orang. Lokasinya yang berada diantara pepohonan menghasilkan suasana dingin yang nyaman  Debur air yang jatuh dari ketinggian menjadi orkestrasi alam yang menyenangkan.

Kugegas langkah menuruni anak tangga agar bisa sampai menyentuh airnya. Semakin dekat dengan air terjun, rasanya semakin takjub. Masya Allah. Senangnya tidak bisa dituliskan dengan kata-kata. 

"Mail, tolong foto dari atas situ," pintaku seraya mencari posisi. Rasanya sayang sekali jika kesempatan berharga ini tidak on frame.Lagi-lagi karena keterbatasan waktu, kami hanya berada di lokasi sekitar 15 menit. Next, lanjut perjalanan menuju Diniyyah Putri Padang Panjang yang jaraknya kurang lebih 10 km. Cerita tentang kunjungan ke Diniyyah Putri bisa baca di sini.

Dari Diniyyah lanjut ke Bukittinggi. Tujuan utama ku di kota yang pernah menjadi ibu kota Indonesia ini adalah mengunjungi Rumah Kelahiran Bung Hatta. Berhubung kami sampai di Bukittinggi sudah siang, jadi diputuskan untuk isi kampung tengah terlebih dahulu. 

Semua sepakat untuk mencoba rendang original di Tanah Minangkabau. Pak Driver berinisiatif membawa kami ke salah satu resto rendang terkenal yaitu Rumah Makan Evi 45. Dari pusat kota Bukittinggi menuju rumah makan ini sekitar 10 menit berkendara. Kata Pak Sopir, lokasi rumah makan ini searah dengan jalur menuju Danau Maninjau. Hanya saja waktu tempuh nya kurang lebih 2 jam. 

Hmmmm.... lagi-lagi hanya bisa menahan keinginan untuk melihat Danau Maninjau dan berkunjung ke Rumah Kelahiran Buya Hamka. Padahal itu masuk salah satu wishlist utamaku. Namun apa daya, mungkin belum rezekinya atau bisa jadi ini pertanda untuk kembali lagi ke Sumbar. Aamin yaa rabbal alamin.

Sampai di RM Evi 45, aroma khas masakan Minang langsung membombardir indra penciuman. Tampak aneka menu berjejer di etalase maupun meja-meja pengunjung. Saya pun langsung menemui pramusaji untuk menanyakan menu yang kami idam-idamkan, "Ada rendang?". Sayang sekali jawaban pramusaji membuat hatiku potek, "sedang di masak Mba".

Jika saja waktu yang kami miliki lebih lowong, ku rela untuk menunggu. Dengan langkah gontai, saya menemui anggota yang menunggu di luar. Kami pun memutuskan untuk lanjut jalan sambil mencari alternatif lain. 

Sebelum meninggalkan tempat, Pak Sopir memberi informasi sembari menunjuk sebuah monumen di depan RM Evi 45. Karena sedang patah hati perkara rendang, saya pun tidak terlalu merespon. Hanya sempat menoleh dan melihat monumen yang di bagian atas terdapat replika pesawat yang dikelilingi oleh beberapa orang. 

Sekilas, monumen ini tampak tidak terawat. Di jalan masuk menuju monumen, beberapa tegel sudah terlepas. Pun rumput-rumput di sekelilingnya tumbuh liar dan tinggi. Jadilah, kupikir ini sekedar bangkai pesawat biasa. Nyatanya, ini salah satu saksi sejarah dengan kisah berharga.

So. cerita perjalanan kami, skip dulu ya. Saya mau cerita beberapa fakta tentang monumen ini. Fakta yang baru saya ketahui setelah perjalanan di Ranah Minang usai. Dan, satu hal yang saya sesali adalah tidak mengabadikan momen di tempat ini. 

Jadi, monumen ini ternyata menyimpan jejak sejarah. Ada 2 nama terkait yang pasti sudah sangat familiar. Pernah dengar kan nama MOHAMMAD HATTA dan HALIM PERDANAKUSUMA? Nama pahlawan yang keduanya kini diabadikan sebagai nama bandara internasional di Indonesia. Penempatan yang sangat sesuai atas jasa mereka dalam bidang penerbangan.

Btw, Adakah pembaca yang juga baru tau fakta ini? Kalau jawabannya YES, Kuy lah baca lebih lanjut.

Jadi, di tahun 1947 atau 2 tahun setelah kemerdekaan, keadaan Indonesia tidak baik-baik saja. Ibarat manusia, bayi 2 tahun ini kondisinya sangat rentan. Si Belanda melalui NICA seperti virus yang masih bernafsu untuk menguasai Indonesia. Sampai-sampai ibukota negara harus pindah ke Jogja sejak Januari 1946-Desember 1948 karena si penjajah betingkah di Jakarta. 

Mereka mengacak-acak perjanjian Linggarjati yang sebelumnya sudah mengakui wilayah RI meskipun hanya Jawa, Sumatera, dan Madura.

Juli 1947, sebulan sebelum Ultah RI yang ke-2, Belanda melakukan serangan brutal yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda I. Mereka memblokade jalur laut dan darat juga blokade ekonomi yang bikin barang-barang langka dan perdagangan ke luar negeri lumpuh. Inflasi jadi gila-gilaan bahkan kas negara sampai kosong. Sioootttt.

Nah, di bulan September 1947, Mohammad Hatta yang berkantor di Bukittinggi sejak bulan Juni mencetuskan ide membeli pesawat. Pesawat ini dimaksudkan untuk menembus blokade, alat angkutan, dan persiapan perang. Tapi, yang jadi masalah, uangnya darimana? 

Mohammad Hatta sebagai Urang Awak, mengajak masyarakat Minang untuk patungan beli pesawat. Ajakan ini semakin kuat saat beliau menggunakan posisi sebagai Wapres dengan mengeluarkan instruksi pembentukan panitia pengumpulan emas

Masya Allah instruksi ini disambut oleh Amai-Amai atau Ibu-Ibu Minang yang seketika langsung melepas perhiasan mereka. Selain di Bukittinggi, 3 unsur pemimpin yang terdiri dari Niniak Mamak, Alim Ulama, dan Cadiak Pandai di berbagai wilayah juga menggelar rapat akbar penggalangan donasi. 

Dari sini berhasil dikumpulkan sekitar 14 atau15 kg emas (ada perbedaan pendapat soal jumlah pastinya). Emas dikumpulkan kepada Chatib Sulaiman yang saat itu menjabat sebagai Ketua Majelis Pertahanan Rakyat Daerah Sumbar. Chatib Sulaiman menyerahkan kepada Mohammad Hatta di Istana Bung Hatta Bukittinggi. Proses pengumpulan, pencarian, hingga pembelian berlangsung pada bulan Oktober-November 1947.

Berbagai jenis perhiasan lalu dilebur menjadi emas batangan. Setelah itu, mulailah 2 orang Minang yakin Ferdi Salim (Anak H. Agus Salim), Mohammad Siddik Tamimi (Dik Tamimi) yang ada di Singapura bergerilya mencari pesawat yang akan dibeli. Pilihan jatuh kepada Avro Anson yang dimiliki oleh seorang WN Australia bernama Paul H. Keegan. Ia merupakan mantan penerbang Air Force Inggris. Harganya 12 atau 13 kg emas (ada perbedaan pendapat untuk jumlah pastinya). 

Awal Desember 1947, Paul Keegan membawa pesawat tersebut ke Pangkalan Udara Gadut Bukittinggi untuk diuji coba. Setelah dinyatakan layak dan diberi nomor registrai RI-003, pesawat lalu terbang kembali ke Thailand untuk prosesi jual beli. Nah, yang naik pesawat tersebut adalah Paul Keegan, Dik Tamimi, Ferdi Salim, Abu Bakar Lubis serta 2 penerbang perintis TNI AU yakni Komodor Udara Halim Perdana Kusuma dan Komodor Udara Iswahyudi. 

Beres urusan transaksi, Halim Perdana Kusuma dan Iswahyudi tidak langsung pulang ke Bukittinggi. Keduanya diminta oleh Bung Hatta untuk singgah dulu ke Singapura. Ngapain? Bukan untuk wisata ala pejabat masa kini tapi karena ditugaskan untuk menjajaki kemungkinan pembelian senjata dan pesawat, disisi lain harus memastikan apakah ekspor lolos blokade, begitupun barang yang diimpor apakah bisa lolos blokade. 

Qadarullah, sebelum mencapai Singapura, Avro Anson RI-003 harus berhadapan dengan cuaca buruk hingga akhirnya jatuh di Tanjung Hantu, Perak Malaysia. 14 Desember 1947, Indonesia kehilangan dua pejuang dan sebuah bukti loyalitas masyarakat untuk bangsanya.

Setelah mengetahui kisah ini, ingin rasanya teriak di hadapan para pejabat jahat bahwa masyarakat kita punya DNA kepedulian yang tinggi akan negeri ini. Tanpa perlu dicekik pajak yang kian hari kian tinggi, masyarakat akan sukarela memberikan sumbangsih terbaiknya. ASAAAL.... yang mengelola amanah dan benar-benar bekerja untuk kepentingan negeri. 

Back to our trip

Sembari mengemudi, driver merekomendasikan beberapa tempat makan. Salah satunya Nasi Kapau. Berhubung saya pernah mendengar bahwa hidangan ini sangat Khas Bukittinggi, tanpa berpikir panjang langsung setuju. 

Lokasi utama penjualan Nasi Kapau ada di Pasar Atas. Di sini terdapat satu area khusus yang menyediakan Nasi Kapau. Lantunan Azan Zhuhur menyambut kedatangan kami di pasar legendaris Bukittinggi tersebut. 

Setelah memarkir kendaraan di Pasar Bawah, kami lalu berjalan menuju anak tangga sebagai jalur menuju Pasar Atas. Tidak jauh dari anak tangga tertinggi tampak lapak-lapak penjaja Nasi Kapau. Uniknya, ketika kami mendekat, di depan setiap lapak ada penjaga yang memanggil untuk singgah. Tanpa berlama-lama, kami memilih masuk ke Warung Hj. Ana.

Oh ya, penjual Nasi Kapau ini tidak boleh sembarang orang lho. Secara tradisional, penjualnya harus berasal dari Nagari Kapau, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam. Inilah yang membedakannya dengan Nasi Padang.

Cara penjajaannya juga unik. Semua hidangan disusun membentuk Piramida dan penjualnya yang mengenakan sarung khasberada di posisi yang lebih tinggi. Pengunjung memilih sesuai selera dan pesanan akan diambil menggunakan sendok panjang. 

Saya sangat excited melihat Gulai Tambusu -usus sapi diisi telur- dan ingin mencobanya sebab kata orang-orang rasanya sangat enak. Berhubung sangat besar dan tidak mungkin dihabiskan sendiri, saya mengajak Mail untuk makan berdua. Sayangnya, dia menolak karena kurang sreg dengan bentukannya. Jadi, saya memilih random saja. 

The End 



 


 

Pikirku cumma bangkai pesawat  yang diabadikan. Jaidnya gak tertarik bauta fotoin.

SO, kami ke RM Evi yang ternayat apsa did epannya da Monumen Avro Anson 300. Pas drivernya bilang, tanggapanku baisa aja. Pikirku cumma bangkai pesawat  yang diabadikan. Jaidnya gak tertarik bauta fotoin.

Sampai beberapa waktu kemduia dapat salh satu konten IG tentanng pesawat ini yang ternyata hasil patungan emas ibuk-ibuk Miang. Hwoooooooooooo…. Kenapa gak foto cobaaaaaaaa… RUgiiiii… Tapi emmang tempatnya tidak terawatt sih jadi kupiir yang epsawat biasa.

Kalau memenag ini salah satu moemn bersejarh. Harusnya tolong dirawatlah. Ini bisa jadi bahan pemebeajaran abhwa Masyarakat kiat kalau soal bantu pemerintah itu tidak usah diragukan lagi asal betul0betul dipakai utnuk kebiakan bersama. COnothnya yan Avro Anson 300 ini. Diawla ekmerdekaan orang-orang apstui juga lagi susah-susahnya kan akrena hidup dibwah penajajnanhan tapi demi engeri ii, apra ibu-ibu itu relea memebri harta berharganaya.
so. pAra pemerentaaah tolognlah jangan bangsaaaaaaaaaaaat biar kalau minta apa-apa ke rakyta, akan diberi dengan senang ahri.


Kembali ke perjalanan kami. 



Sya fokus di DONASI 187 jutanya. Lihatkan berapa baiknya orang2 negeri kita? Asal untuk kepentingan bersama, mau dia lagi susah, pasti diusahakan. Pesawat pertama kita, hasil patungan orang Aceh. Di Bukittinggi, masih ada bangkai pesawat Avro Anson hasil patungan emas ibu2 Minang untuk mempertahankan kemerdekaan.

Jadi, tanpa perlu dicekik dengan pajak sana sini, kalau kalian yg diamanahi kekuasaan kerjanya benar, rakyat dengan sukarela akan bantu negara ini.

 Tapi,krna banyaknya kasus korupsi, kongkalikong, keculasan, kecongkakan yg dipertontonkan, walhasil rakyat jadinya muak hingga akhirnya kalian diamuk.